Al-Qur'an Sebagai Pedoman Hidup

Al-Qur'an sebagai pedoman hidup
Coba kalian bayangkan ketika sedang berada di dalam  hutan atau di tengah lautan luas tanpa peta dan kompas. Sudah pasti kamu tidak tahu jalan menuju kemana dan  akhirnya  bisa  tersesat. Demikian pula hidupmu  di  dunia  ini.  Jika  kamu  tidak mempunyai pedoman hidup yang pasti. Al Quran dan Hadist dapat membimbing kalian ke  jalan hidup yang benar. Jika kalian berpedoman pada  Al Quran  dan hadits pastilah kamu  tidak tersesat  dan tidak celaka, baik di dunia maupun  di akhirat. Oleh karena itu, kamu wajib mempelajari dan memahami Al Quran dan Hadits. Sebagai  seorang muslim kamu wajib menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ketika menjalankan ajaran ini, kamu tidak boleh hanya ikut-ikutan saja (taqlid). Kamu harus mengetahui dasar dan landasan (dalil) dari setiap amalan agama yang kamu laksanakan. Semua itu bisa kamu pelajari dari Al Quran dan Hadits. 
Sudahkah kamu membaca Al Quran  dengan  lancar?  Jika sudah cobalah mulai
mempelajari  arti  dan memahami maknanya. Setelah itu kamu mengamalkan isinya  dalam
kehidupan sehari-hari.  Bagaimana  dengan hadits?  Pernahkah kamu  mempelajari hadits?  Sudah berapa
banyak Hadits yang kamu pelajari atau kamu hafalkan?
  Wahai generasi muda Islam, laksanakanlah ajaran Islam sesuai dengan tuntutan dan
tuntunan Al Quran dan Hadits. Dengan cara ini kamu akan terbebas dari taqlid dan menjadi ittiba’. Ittiba’  berarti melaksanakan ajaran agama dengan mengetahui dasar dan landasannya
(dalil). Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah kamu dalam mempelajari dan memahami Al
Quran dan Hadits. Setelah itu, berusahalah secara sungguh-sungguh mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini kamu akan menjadi  muslim  sejati dan memperoleh
keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
Pada tahun 1980-an, di wilayah Jakarta dan sekitarnya muncul sebuah pengajian yang menamakan dirinya golongan Qur`aniyah. Golongan ini    hanya  percaya kepada Al-Qur`an saja  sebagai  dasar hukum dalam Islam  dan menolak hadits (semua  hadits) sebagai sumber  hukum  Islam  kedua. Mereka meyakini  bahwa hadits Nabi saw sebagai ajaran sesat dan menyesatkan. Tokoh-tokoh golongan Quraniyah di antaranya adalah: H. Sanwani, H. Abd. Rahman, Marinus Taka, dan Teguh Esha. Adapun pokok-pokok ajaran sesatnya antara lain: menolak semua hadits Nabi saw. Bahkan Imam  Al-Bukhari (ahli hadits) itu adalah seorang komunis Rusia yang  pura-pura masuk Islam  untuk membuat hadits yang sebanyak-banyaknya untuk menyesatkan umat  Islam  dan tidak mengakui dua kalimat syahadat. Aliran sesat yang menolak hadits ini dinamakan inkarussunah.

A.    Mari Memahami Sumber Hukum Islam: Al Quran dan Hadits

Islam  sebagai  agama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril merupakan jalan lurus yang membawa keselamatan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat.  Sebagai penerima wahyu (Al Quran) Nabi  Muhammad berkewajiban melaksanakan dan menyampaikannya kepada manusia. Oleh  karena itu, ia  memiliki  wewenang (otoritas) untuk menjelaskan dan menafsirkan wahyu tersebut. Penjelasan dan penafsiran terhadap isi Al Quran serta pengamalan terhadap isi Al Quran oleh Nabi Muhammad disebut dengan Hadits. Dengan demikian Al Quran dan Hadits harus menjadi sumber hukum, inspirasi, dan motivasi bagi umat Islam. Al-Qur’an merupakan kitab suci sekaligus menjadi  sumber utama  dalam penetapan hukum. Semua ketentuan hukum  yang berlaku  tidak boleh bertentangan. dengan aturan-aturan yang  termuat  dalam  Al-Qur’an.  Tidak hanya sebagai dasar hukum, membaca Al Quran saja sudah merupakan ibadah. Kata Al-Qur’an berasal dari kata qara‘a yang berarti bacaan atau yang dibaca. Dengan demikian secara bahasa Al Quran  berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca.Sedangkan secara istilah Al Quran  adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad  melalui perantaraan  Malaikat Jibril  yang diturunkan secara  berangsur-angsur  (munajjaman).  Kitab ini  diturunkan  secara berangsur-angsur sebagai  petunjuk dan pedoman bagi seluruh  umat  manusia.“Mahasuci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad) agar dia menjadi pemberi peringatan bagi seluruh alam (jin dan manusia). (Q.S. al Furqan, 25: 1)  
Al-Qur’an merupakan kitab  suci Allah yang  terakhir.  Setelah  Al-Qur’an tidak ada kitab suci lain yang boleh dijadikan sebagai pedoman hidup.   Al-Qur’an memiliki kedudukan yang  utama dan harus  dijadikan  pijakan manusia dalam  menjalani  hidup untuk  meraih keselamatan dan kebahagiaan. Orang yang berpedoman pada Al-Qur’an termasuk golongan orang yang bertakwa dan akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Al-Qur’an memiliki keistimewaan yang tiada banding. Contohnya kitab suci ini merupakan wahyu Allah yang  paling sempurna  dan menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Seluruh isi Al-Qur’an menunjukkan kebenaran. Dengan keistimewaan ini, Al-Qur’an harus menjadi pedoman manusia dari sejak diturunkan hingga akhir zaman. Kedudukan Al-Qur’an merupakan  sumber  dari segala sumber hukum.  Ini  berarti Al-Qur’an sebagai  sumber  pokok dan dalil  pertama untuk menentukan suatu hukum.Dengan demikian, jika terjadi suatu masalah atau persoalan, rujukan pertama adalah Al-Qur’an. Kedudukan Al-Qur’an  sangat utama dalam  hukum  Islam  karena  langsung diturunkan oleh Allah SWT. Di dalamnya memuat jawaban segala persoalan, baik yang menyangkut  hubungan  antara manusia  dengan Allah (hablun minallah) maupun antar sesama manusia (hablun minannas). Di dalamnya juga memuat informasi tentang alam gaib, seperti  akhirat, surga, dan neraka.  Al-Qur’an merupakan sumber  hukum  yang sangat lengkap, seperti warisan, pembahasan diuraikan secara terperinci. Namun, dalam hal  lain Al-Qur’an hanya memberi  penjelasan  secara  global. Oleh karena itu, perlu penjelasan pendukung, yaitu dengan hadits Rasulullah saw. Hadits secara bahasa berarti perkataan. Sedangkan menurut istilah hadits adalah segala perkataan, perbuatan, dan  ketetapan  (taqrir)  yang  dilakukan oleh  Nabi Muhammad.  Sebagai  seorang rasul,  Nabi  Muhammad saw. adalah teladan bagi setiap muslim.  Sudah semestinya  semua  perintah dan ajarannya  harus kita ikuti. Mengikuti Rasulullah juga  merupakan kewajiban bagi setiap muslim karena salah satu  bukti ketakwaan kita kepada Allah adalah mau mengikuti perintah  Rasulullah saw. Dengan demikian, kedudukan hadits bagi umat Islam juga sangat penting. Dilihat dari segi kualitas  atau nilainya, Hadits  dapat dibedakan menjadi  tiga, yaitu Hadits  sahih,    hasan, dan   da’if.  Disebut hadits  sahih, jika memenuhi  syarat; sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dlabith (kuat ingatan), dan matannya  (isinya) tidak  mengandung kejanggalan-kejanggalan.  Hadits  hasan  adalah hadits  yang  sanadnya bersambung dan diriwayatkan  oleh rawi yang adil  dan dlabith, tetapi tidak sempurna, meskipun matannya tidak mengandung kejanggalan. Hadits da’if derajatnya paling  rendah.  Suatu hadits  dianggap memiliki  kedudukan  da’if  karena banyak sebab.  Misalnya karena   matan  (isi)  hadits  tersebut ada yang cacat, perawinya tidak/kurang  adil dan       dlabith,  ada sanad yang hilang (tidak bersambung), dan kelemahan-kelemahan  lainnya.  Bila ditinjau dari  jumlah perawi, hadits dapat  dibagi kepada    mutawatir,    masyhur, dan      ahad.  Dikatakan     mutawatir  jika hadits  itu diriwayatkan oleh banyak perawi, sehingga sangat mustahil para perawi itu bersepakat untuk berdusta. Sedangkan masyhur merupakan hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi,  tetapi  tidak sampai mencapai  tingkat mutawatir.  Sementara itu, hadist ahad merupakan hadis  yang diriwayatkan oleh seorang perawi atau jika lebih, jumlahnya tidak sampai mencapai tingkat hadits masyhur. Hadits  merupakan sumber  hukum  kedua setelah  Al-Qur’an.  Dengan demikian, hadits memiliki fungsi yang sangat penting dalam hukum Islam. Di antara fungsi hadits, yaitu untuk menegaskan ketentuan yang telah ada dalam Al-Qur’an, menjelaskan ayat Al Quran  (bayan tafsir), dan menjelaskan ayat-ayat Al Quran  yang bersifat umum (bayan takhshish).  Ketentuan-ketentuan hukum yang telah tercantum dalam Al-Qur’an dipertegas kembali dalam hadits. Selain itu, terdapat pula ketentuan hukum dalam Al-Qur’an yang  masih bersifat umum  sehingga butuh penjelasan yang lebih  khusus. Contohnya ada  hadits  yang menjelaskan ketentuan  tentang waktu  salat,  jumlah rakaatnya, dan doa-doanya. Kadang-kadang ada suatu hukum yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an, tetapi dalam  hadits  disebutkan aturan tertentu  sehingga kita pun harus  mematuhinya. Contohnya, dalam  ayat-ayat Al-Qur’an sedikit  dijelaskan  tentang salat-salat sunah. Kemudian Rasulullah  memerintahkan dan memberi contoh kepada kita untuk mengerjakan beberapa macam salat sunah. Maka, kita pun harus mengikutinya.  
B.   Ijtihad Sebagai Upaya Memahami Al Quran dan Hadits

Sebagai  sumber hukum,  Al Quran  dan Hadits harus dipelajari,  ditelaah, dan dipahami oleh umat  Islam. Untuk itu umat  Islam  harus  mendayagunakan kemampuan akalnya. Pendayagunaan akal secara sungguh-sungguh dan maksimal untuk memahami Al Quran dan Hadits sebagai upaya untuk menghasilkan hukum-hukum syariat disebut dengan ijtihad. Sedangkan   orang-orang yang melakukan  ijtihat disebut dengan mujtahid. Setelah ayat Al Quran diturunkan secara sempurna dan Nabi Muhammad wafat, hidup dan kehidupan manusia terus berlangsung dan berkembang. Dinamika kehidupan manusia melahirkan beragam persoalan yang tidak terdapat penjelasannya secara tegas dan jelas dalam Al Quran dan hadits. Selain itu tidak semua ayat Al Quran dan Hadits bersifat  qath’iy al dalalah  (dalil yang pasti), bahkan kebanyakan       dzanniy al dalalah (dalil yang  masih samar-samar, perlu penjelasan).  Oleh karena itu,  ijtihad perlu dilakukan sebagai upaya mengembangkan hukum Islam. Ijtihad berasal  dari kata          jahada   yang artinya bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala kemampuan. Secara istilah ijtihad adalah upaya sungguh-sungguh mengerahkan segenap kemampuan akal untuk mendapatkan hukum-hukum syariat pada masalah-masalah yang  tidak ada  nashnya. Ijtihad dilakukan dengan mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum  syara’  atau ketentuan hukum yang bersifat operasional dengan mengambil simpulan dari prinsip dan aturan yang telah ada dalam Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad saw. Dalil yang menegaskan kedudukan ijtihad sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang artinya, ”Dari Mu‘az, bahwasanya Nabi Muhammad saw., ketika mengutusnya keYaman bersabda .’jika suatu perkara diajukan kepadamu,  bagaimana engkau memutuskannya?’  Mu’az menjawab, ‘Saya akan memutuskan menurut kitabullah (Al-Qur’an).’ Selanjutnya Nabi saw. bertanya, ‘Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu  di dalam kitabullah?’  ‘Jika  begitu saya akan memutuskan menurut sunah Rasulullah,’ jawab Mu’az. Nabi saw. bertanya kembali, ‘Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu di dalam sunah Rasulullah?’ Jawab Mu‘az, ‘Saya akan berijtihad mempergunakan pertimbangan akal pikiranku  sendiri (ajtahidu ra’yi)tanpa keraguan  sedikit pun.’  Selanjutnya Nabi saw. (sambil  menepuk dada Muaz)berkata, ‘Mahasuci  Allah yang memberikan bimbingan kepada utusan rasul-Nya dengan satu sikap yang disetujui rasul-Nya.’” (H.R. Abu Daud dan Tirmiz.i ) 
Hadits dari Mu‘az bin Jabal tersebut menjelaskan bahwa Al-Qur’an merupakan rujukan atau sumber hukum Islam. Demikian juga halnya dengan hadits Rasulullah. Jika pada kedua sumber tersebut tidak ditemukan ketentuan hukum secara konkrit, kita boleh berijtihad dengan akal sehat kita. Para ulama juga berpendapat bahwa hasil ijtihad dapat digunakan dan dilaksanakan  dalam  kehidupan sehari-hari.   Kedudukan ijtihad sangat penting dan  diperlukan.  Oleh karena  pentingnya, dalam  hadits  Rasulullah dijelaskan bahwa hasil ijtihad seseorang yang benar akan mendapat balasan dua pahala, sebaliknya jika  keliru mendapatkan satu  pahala. Dengan demikian, berijtihad  sangat penting  kita lakukan untuk menetapkan ketentuan hukum.  Oleh karena itu, tidak benar  suatu pendapat yang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Sebaliknya, umat Islam dianjurkan untuk berijtihad. Ijtihad harus dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Yusuf al Qaradawi dalam bukunya  Al Ijtihad fi al Syari‘ah al Islamiyyah  mengatakan bahwa ada delapan hal yang menjadi syarat pokok untuk menjadi mujtahid. Kedelapan hal itu sebagai berikut:  
1) memahami Al-Qur’an dengan beragam ilmu tentangnya; 
2) memahami hadits dengan berbagai ilmu tentangnya;  
3) mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab; 
4) mengetahui tempat-tempat ijmak;  
5) mengetahui usul fikih; 
6) mengetahui maksud-maksud syariat;  
7) memahami masyarakat dan adat istiadatnya; serta 
8) bersifat adil dan takwa.

Selain delapan syarat tersebut,  beberapa ulama menambah tiga  syarat lainnya,yaitu:  
1) mendalami ilmu ushuluddin (pokok-pokok agama); 
2) memahami ilmu mantiq (logika); dan  
3) menguasai cabang-cabang fikih.

Ulama fikih membagi  hukum  ijtihad menjadi  tiga macam. Hukum-hukum
tersebut berkaitan dengan saat ijtihad tersebut disampaikan. Pertama,  fardu ‘ain, yaitu
harus dilakukan oleh setiap muslim. Hal ini terjadi jika seseorang berada dalam suatu keadaan atau masalah dan ia harus menentukan sikap, sementara tidak ada orang lain di
sana. Kedua,  fardu kifayah, yaitu jika ada suatu masalah dan pada saat yang sama ada
para ulama yang mampu melakukan ijtihad. Oleh karena itu, hanya mereka yang telah
mampu yang dibolehkan melakukan ijtihad.  Ketiga, mandub  atau sunah, jika  terdapat
masalah yang masih baru dan masih bersifat wacana atau belum terjadi. Saat itu, ijtihad
tidak harus  dilakukan, walaupun  dilakukan tetap diperbolehkan sebagai langkah
antisipasi kemungkinan pada masa depan.
Melalui  ijtihad berbagai persoalan baru yang mengiringi kehidupan manusia
dapat  ditetapkan status hukumnya  sesuai dengan        maqashid al syari’ah. Dengan
demikian ijtihad mendinamiskan hukum Islam. Ijtihad dapat dilakukan dengan beragam
cara, misalnya qiyas, istihsan, dan urf. Dalam melakukan ijtihad terhadap suatu masalah
yang sama,  kadang ulama  yang satu menggunakan cara  pendekatan  yang berbeda
dengan  ulama yang lain. Karena menggunakan  cara pendekatan yang  berbeda, hasil
ijtihadnya pun  berbeda.  Akan  tetapi, perbedaan pendapat yang  terjadi  merupakan
rahmat  yang tidak  perlu  diperselisihkan.  Ijtihad mengandung beberapa manfaat yang
sangat penting. Dengan ijtihad hukum Islam semakin dinamis karena dapat menjawab
persoalan yang terjadi pada masa-masa  tertentu.  Selain itu, dengan  dibolehkannya
ijtihad akan melatih para ulama untuk berpikir kritis dan mau  menggali lebih dalam
ajaran-ajaran Al-Qur’an.
Ijtihad dapat  dilakukan secara individual (perorangan) ataupun kolegial
(bersama-sama). Perkembangan kemajuan manusia yang  tidak atau  belum  pernah
diperkirakan sebelumnya melahirkan berbagai persoalan baru yang menuntut penetapan
hukum  yang dapat  menjadi  pedoman bagi umat  Islam. Persoalan-persoalan baru yang
timbul sepertinya sulit sekali untuk bisa diputuskan status hukumnya. Misalnya masalah
rekayasa genetika.  Masalah ini, menuntut keahlian di bidang ilmu dan  teknologi
genetika selain ilmu agama dengan berbagai cabangnya.  Karena  itu, amat  sulit
melakukan ijtihad individual di era  modern  ini. Oleh  karena itu, sekarang  ini
berkembang ijtihad kolegial (bersama) seperti yang dilakukan oleh MUI melalui Komisi
Fatwa, Muhammadiyah melalui Majlis Tarjih, dan NU melalui Bahtsul Masail, dan lain
Sebagainya.


Akhlak Mulia


A. Taat Asas

Taat  asas berarti mematuhi  dan mentaati  serta  bertingkah  laku sesuai dengan
ketentuan yang tertulis; baik dalam bentuk peraturan sekolah, undang-undang dan hukum
negara, serta kitab suci dan  hadits nabi.  Sebagai  pelajar yang baik kamu harus
mengetahui  dan melaksanakan peraturan sekolah, undang-undang  dan hukum  negara,
serta Al Quran dan hadits. Oleh karena itu, kamu harus membaca seluruh peraturan yang
ada di sekolahmu. Demikian pula undang-undang dan hukum negara serta Al Quran dan
hadits. Setelah itu, usahakanlah menyesuaikan seluruh perbuatanmu dengan semua aturan
itu. Menjadi pelajar yang taat asas tentu saja tidak mudah. Bisa saja kamu akan dicela, diejek, dan ditertawakan oleh teman-temanmu.  Namun,  kamu tidak usah bersusah  hati atau justru  berhenti berupaya menjadi  pelajar yang taat  asas.                                         Anjing  menggonggong
kafilah berlalu inilah prinsip yang harus kamu pegang. Abaikan semua celaan dan ejekan
temanmu, teruslah menempa dirimu menjadi pelajar yang taat asas. Untuk itu, tanamkan
keyakinan di dalam  hatimu bahwa dengan taat  asas engkau akan menjadi  pelajar yang
sukses, disenangi oleh guru, teman, dan orang tuamu, sehingga cita-citamu akan tercapai.
Selain itu,  yakinilah bahwa semua peraturan sekolah dibuat  untuk kebaikan  dan
kesuksesan semua pelajar.
Mulailah dengan memahami seluruh peraturan yang ada di sekolahmu dan
lakukan dari hal yang dapat dan mungkin kamu lakukan. Kemudian mintalah pada guru
dan teman-temanmu untuk mengingatkanmu bila kamu  melanggar peraturan sekolah.
Jangan lupa ucapkan terima kasih kepada siapa saja yang menegur dan mengingatkanmu.
Lalu rasakan dan catatlah apa yang kau rasakan pada saat engkau melaksanakan satu
peraturan sekolah dan pada saat melanggarnya. Jika  engkau merasa  nyaman dan enak
pada saat melaksanakan peraturan itu, bersyukurlah pada Allah dan berjanjilah kepada-
Nya bahwa kamu  akan terus  melaksanakan peraturan sekolah. Jika  kamu  merasa  resah
dan gelisah  pada saat melanggar  peraturan sekolah,       beristighfarlah  dan mohonkanlah
pertolongan kepada Allah serta berjanjilah kepada-Nya kamu tidak akan melanggarnya
lagi. Jika hal tersebut kamu lakukan terus menerus, insya Allah kamu akan dapat menjadi
pelajar yang taat asas.
Dengan     taat    asas     seluruh     tindakan    dan  perbuatanmu       dapat  kamu
pertanggungjawabkan. Selain itu, kamu akan menjadi pelajar yang disiplin. Kedisiplinan
ini  akan menjadi dasar yang sangat kuat  bagimu untuk meraih berbagai  keberhasilan
dalam hidupmu. Kedisiplinan itu juga akan menjagamu dari tindakan dan perbuatan yang
merugikanmu dan membuat dirimu celaka. Kedisiplinan akan membuat hidupmu menjadi
teratur dan terarah. Pendek kata, menjadi pelajar  taat  asas  akan memberikan banyak
kemudahan  bagimu dalam  menyelesaikan tugas-tugas  sekolah dan memuluskan
perjalanan hidupmu menuju  cita-cita yang engkau impikan. Masa depanmu menjadi
terarah dan keberhasilan selalu menyertaimu.    
 
B. Bersikap Kritis dalam Beragama

Agama Islam adalah ajaran  yang diwahyukan Allah dan sudah tertulis dalam Al
Quran  dan Hadits yang  diturunkan  untuk kebahagiaan hidup manusia;  baik di dunia
maupun di  akhirat. Kesempurnaan beragama hanya  ditentukan oleh  kepatuhan  dan
ketundukan seseorang kepada ajaran agama yang bersumber pada Al Quran dan Hadits.
Dengan demikian amalan agama yang dilakukan oleh seseorang mestilah sesuai dengan
Al Quran  dan Hadits.   Oleh karena  itu,  kamu harus sungguh-sungguh meyakini bahwa
hanya ajaran agama Islamlah satu-satunya ajaran yang dapat  memberikan jaminan
keselamatan hidup; baik di dunia maupun di akhirat kelak. Islamlah satu-satunya ajaran
yang dapat memberikan kedamaian hidup kepada umat manusia. Islam adalah agama wahyu. Oleh karena itu, kamu tidak boleh hanya ikut-ikutan
(taqlid) dalam  mengamalkan ajaran Islam. Taqlid itu artinya  mengikuti  suatu amalan
tanpa mengetahui dasarnya sama sekali. Jika kamu ditanya mengapa kamu melaksanakan
shalat dan mengapa  begitu kamu melaksanakannya?  Kamu tidak boleh memberikan
jawaban “saya diperintahkan dan diajarkan oleh guru, kyai, ustadz, dan orang tua saya.”
Sebab, jawaban seperti itu menunjukkan kamu  ikut-ikutan  saja  atau mengikuti  tanpa
mengetahui  landasan dan dasarnya (dalil). Jawaban yang benar  adalah demikian itu
merupakan perintah Allah dalam  Al  Quran  dan demikian penjelasan dan teladan nabi
Muhammad  dalam  haditsnya. Jika  kamu  hafal  sebutkan ayat  dan haditsnya.  Jika  tidak
tidak apa-apa, yang terpenting kamu tahu dasar dan landasan amalan yang kamu perbuat. 
Dengan mengetahui  landasan dan dasar (dalil)  atas amalan agama yang kamu ketahui
kamu telah terbebas dari taqlid dan menjadi seorang muttabi’. Muttabi’ merupakan lawan
taqlid; artinya, melaksanakan satu  amalan agama dengan mengetahui  landasan  dan
dasarnya (dalil). 
Sikap kritis dalam beragama berarti kamu selalu mempertanyakan setiap amalan
agama karena kamu dituntut untuk melaksanakannya. Dengan begitu, kamu dapat
mempertanggungjawabkan amalanmu nanti  di hadapan Allah. Jika  ada seseorang yang
mengajakmu untuk melaksanakan suatu amalan tertentu dalam  agama tanyakan
kepadanya  landasan  dan  dasarnya. Jika  tidak ada, janganlah  kamu mengikutinya. Jika
orang itu dapat  menyatakan landasan dan dasarnya  (Al Quran  dan Hadits)  kamu harus
mengamalkannya dan tidak boleh menolaknya. Dalam hal  ini, kamu harus selalu  ingat
beberapa kasus nabi palsu dan ajaran-ajaran yang pernah terjadi di negara kita.
Selain itu, perlu pula  kamu perhatikan kelogisan dan ketidaklogisannya.   Islam
sebagai  agama  yang rasional tentunya memuat  ajaran-ajaran yang rasional yang sesuai
dengan fitrah kemanusiaan kecuali pada ajaran-ajaran yang bersifat  ta’abbudi  dan
metafisik.  Ta’abbudi  adalah ajaran  Islam  yang tidak  perlu dipertanyakan dan harus
diterima apa adanya, seperti shalat zuhur  empat rakaat, haji ke Mekah dan lain
sebagainya.  Sedangkan metafisik adalah ajaran-ajaran Islam  tentang yang ghaib  yang
harus diterima secara iman seperti siksa kubur, surga  dan neraka, dan  lain sebagainya.
Selain itu (ta’abudi  dan  metafisik),  jika ajaran  itu tidak rasional seperti  bisa  terbang,
tahan pukul,  tidak mempan  bacokan,  dan lain sebagainya,  harus kamu  tolak sebab  itu
bukan merupakan ajaran Islam.
Nah, sekarang telitilah  ibadah dan  amalan agama yang telah kamu laksanakan.
Apakah semua amalan yang telah  kamu laksanakan telah kamu ketahui  landasan dan
dasarnya? Jika belum, berusahalah sekuat tenaga untuk mengetahuinya. Tanyakan kepada
gurumu, kyai dan ustadz yang kamu kenal. Bacalah buku-buku yang menjelaskan hal itu
atau kamu bisa juga mencarinya di internet. Dengan mengetahui landasan dan dasar dari
semua amalan agama yang kamu laksanakan kamu akan terlepas dari taqlid dan menjadi
muttabi’.  Dengan demikian kamu dapat  dikatakan sebagai seorang yang kritis dalam beragama. Al-Qur’an merupakan kitab suci sekaligus menjadi sumber utama dalam penetapan hukum. Dengan demikian, semua ketentuan hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan aturan-aturan yang termuat dalam Al-Qur’an.
Rangkuman
Hadits secara bahasa berarti perkataan. Menurut  istilah hadits adalah segala perkataan,perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Sebagai seorang rasul, Nabi Muhammad saw. adalah teladan bagi setiap muslim sehingga semua perintah dan ajarannya harus kita ikuti. Mengikuti Rasulullah juga merupakan kewajiban bagi setiap muslim  karena salah satu bukti  ketakwaan kita  kepada Allah adalah mau mengikuti perintah Rasulullah saw. Dengan demikian, kedudukan hadits bagi umat Islam juga sangat penting.Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dengan demikian, hadits memiliki  fungsi yang sangat  penting dalam  hukum  Islam. Di antara  fungsi hadits, yaitu untuk menegaskan ketentuan yang telah ada dalam Al-Qur’an, menjelaskan ayat Al Quran (bayan tafsir), dan menjelaskan ayat-ayat Al Quran yang bersifat umum (bayan takhshish).Ijtihad berasal dari  kata    ijtahada  yang artinya bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala  kemampuan. Secara istilah ijtihad adalah upaya sungguh-sungguh mengerahkan segenap kemampuan akal  untuk mendapatkan hukum-hukum  syariat pada masalah-masalah yang tidak ada     nashnya.  Ijtihad dilakukan dengan mencurahkan kemampuanuntuk mendapatkan hukum syara’ atau ketentuan hukum yang bersifat operasional dengan mengambil kesimpulan dari prinsip dan aturan yang telah ada dalam Al-Qur’an dan sunahNabi Muhammad saw.  Taat asas berarti mematuhi dan menaati atau bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tertulis; baik  dalam  bentuk peraturan sekolah,  undang-undang dan hukum  negara, serta kitab suci dan hadits nabi.Bersifat kritis dalam  beragama berarti  selalu menanyakan landasan dan dasar (dalil) atas setiap amalan keagamaan yang dilakukan. Dengan cara ini seseorang akan dapat terbebas dari taqlid. Lawan taqlid  adalah ittiba’, yaitu melaksanakan amalan-amalan keagamaan dengan mengetahui landasan dan dasarnya (dalil).

---semoga bermanfaat---


Al-Qur'an Sebagai Pedoman Hidup

0 Response to "Al-Qur'an Sebagai Pedoman Hidup"

Post a Comment