Coba kalian bayangkan ketika sedang berada di dalam hutan atau di tengah lautan luas tanpa peta dan kompas. Sudah pasti kamu tidak tahu jalan menuju kemana dan akhirnya bisa tersesat. Demikian pula hidupmu di dunia ini. Jika kamu tidak mempunyai pedoman hidup yang pasti. Al Quran dan Hadist dapat membimbing kalian ke jalan hidup yang benar. Jika kalian berpedoman pada Al Quran dan hadits pastilah kamu tidak tersesat dan tidak celaka, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, kamu wajib mempelajari dan memahami Al Quran dan Hadits. Sebagai seorang muslim kamu wajib menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ketika menjalankan ajaran ini, kamu tidak boleh hanya ikut-ikutan saja (taqlid). Kamu harus mengetahui dasar dan landasan (dalil) dari setiap amalan agama yang kamu laksanakan. Semua itu bisa kamu pelajari dari Al Quran dan Hadits.
Sudahkah kamu membaca Al Quran dengan lancar? Jika sudah cobalah mulai
mempelajari arti dan memahami maknanya. Setelah itu kamu mengamalkan isinya dalam
kehidupan sehari-hari. Bagaimana dengan hadits? Pernahkah kamu mempelajari hadits? Sudah berapa
banyak Hadits yang kamu pelajari atau kamu hafalkan?
Wahai generasi muda Islam, laksanakanlah ajaran Islam sesuai dengan tuntutan dan
tuntunan Al Quran dan Hadits. Dengan cara ini kamu akan terbebas dari taqlid dan menjadi ittiba’. Ittiba’ berarti melaksanakan ajaran agama dengan mengetahui dasar dan landasannya
(dalil). Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah kamu dalam mempelajari dan memahami Al
Quran dan Hadits. Setelah itu, berusahalah secara sungguh-sungguh mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini kamu akan menjadi muslim sejati dan memperoleh
keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
Pada tahun 1980-an, di wilayah Jakarta dan sekitarnya muncul sebuah pengajian yang menamakan dirinya golongan Qur`aniyah. Golongan ini hanya percaya kepada Al-Qur`an saja sebagai dasar hukum dalam Islam dan menolak hadits (semua hadits) sebagai sumber hukum Islam kedua. Mereka meyakini bahwa hadits Nabi saw sebagai ajaran sesat dan menyesatkan. Tokoh-tokoh golongan Quraniyah di antaranya adalah: H. Sanwani, H. Abd. Rahman, Marinus Taka, dan Teguh Esha. Adapun pokok-pokok ajaran sesatnya antara lain: menolak semua hadits Nabi saw. Bahkan Imam Al-Bukhari (ahli hadits) itu adalah seorang komunis Rusia yang pura-pura masuk Islam untuk membuat hadits yang sebanyak-banyaknya untuk menyesatkan umat Islam dan tidak mengakui dua kalimat syahadat. Aliran sesat yang menolak hadits ini dinamakan inkarussunah.
A. Mari Memahami Sumber Hukum Islam: Al Quran dan Hadits
Al-Qur’an merupakan kitab suci Allah yang terakhir. Setelah Al-Qur’an tidak ada kitab suci lain yang boleh dijadikan sebagai pedoman hidup. Al-Qur’an memiliki kedudukan yang utama dan harus dijadikan pijakan manusia dalam menjalani hidup untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan. Orang yang berpedoman pada Al-Qur’an termasuk golongan orang yang bertakwa dan akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Al-Qur’an memiliki keistimewaan yang tiada banding. Contohnya kitab suci ini merupakan wahyu Allah yang paling sempurna dan menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Seluruh isi Al-Qur’an menunjukkan kebenaran. Dengan keistimewaan ini, Al-Qur’an harus menjadi pedoman manusia dari sejak diturunkan hingga akhir zaman. Kedudukan Al-Qur’an merupakan sumber dari segala sumber hukum. Ini berarti Al-Qur’an sebagai sumber pokok dan dalil pertama untuk menentukan suatu hukum.Dengan demikian, jika terjadi suatu masalah atau persoalan, rujukan pertama adalah Al-Qur’an. Kedudukan Al-Qur’an sangat utama dalam hukum Islam karena langsung diturunkan oleh Allah SWT. Di dalamnya memuat jawaban segala persoalan, baik yang menyangkut hubungan antara manusia dengan Allah (hablun minallah) maupun antar sesama manusia (hablun minannas). Di dalamnya juga memuat informasi tentang alam gaib, seperti akhirat, surga, dan neraka. Al-Qur’an merupakan sumber hukum yang sangat lengkap, seperti warisan, pembahasan diuraikan secara terperinci. Namun, dalam hal lain Al-Qur’an hanya memberi penjelasan secara global. Oleh karena itu, perlu penjelasan pendukung, yaitu dengan hadits Rasulullah saw. Hadits secara bahasa berarti perkataan. Sedangkan menurut istilah hadits adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Sebagai seorang rasul, Nabi Muhammad saw. adalah teladan bagi setiap muslim. Sudah semestinya semua perintah dan ajarannya harus kita ikuti. Mengikuti Rasulullah juga merupakan kewajiban bagi setiap muslim karena salah satu bukti ketakwaan kita kepada Allah adalah mau mengikuti perintah Rasulullah saw. Dengan demikian, kedudukan hadits bagi umat Islam juga sangat penting. Dilihat dari segi kualitas atau nilainya, Hadits dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu Hadits sahih, hasan, dan da’if. Disebut hadits sahih, jika memenuhi syarat; sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dlabith (kuat ingatan), dan matannya (isinya) tidak mengandung kejanggalan-kejanggalan. Hadits hasan adalah hadits yang sanadnya bersambung dan diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dlabith, tetapi tidak sempurna, meskipun matannya tidak mengandung kejanggalan. Hadits da’if derajatnya paling rendah. Suatu hadits dianggap memiliki kedudukan da’if karena banyak sebab. Misalnya karena matan (isi) hadits tersebut ada yang cacat, perawinya tidak/kurang adil dan dlabith, ada sanad yang hilang (tidak bersambung), dan kelemahan-kelemahan lainnya. Bila ditinjau dari jumlah perawi, hadits dapat dibagi kepada mutawatir, masyhur, dan ahad. Dikatakan mutawatir jika hadits itu diriwayatkan oleh banyak perawi, sehingga sangat mustahil para perawi itu bersepakat untuk berdusta. Sedangkan masyhur merupakan hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi, tetapi tidak sampai mencapai tingkat mutawatir. Sementara itu, hadist ahad merupakan hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi atau jika lebih, jumlahnya tidak sampai mencapai tingkat hadits masyhur. Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dengan demikian, hadits memiliki fungsi yang sangat penting dalam hukum Islam. Di antara fungsi hadits, yaitu untuk menegaskan ketentuan yang telah ada dalam Al-Qur’an, menjelaskan ayat Al Quran (bayan tafsir), dan menjelaskan ayat-ayat Al Quran yang bersifat umum (bayan takhshish). Ketentuan-ketentuan hukum yang telah tercantum dalam Al-Qur’an dipertegas kembali dalam hadits. Selain itu, terdapat pula ketentuan hukum dalam Al-Qur’an yang masih bersifat umum sehingga butuh penjelasan yang lebih khusus. Contohnya ada hadits yang menjelaskan ketentuan tentang waktu salat, jumlah rakaatnya, dan doa-doanya. Kadang-kadang ada suatu hukum yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an, tetapi dalam hadits disebutkan aturan tertentu sehingga kita pun harus mematuhinya. Contohnya, dalam ayat-ayat Al-Qur’an sedikit dijelaskan tentang salat-salat sunah. Kemudian Rasulullah memerintahkan dan memberi contoh kepada kita untuk mengerjakan beberapa macam salat sunah. Maka, kita pun harus mengikutinya.
B. Ijtihad Sebagai Upaya Memahami Al Quran dan Hadits
Sebagai sumber hukum, Al Quran dan Hadits harus dipelajari, ditelaah, dan dipahami oleh umat Islam. Untuk itu umat Islam harus mendayagunakan kemampuan akalnya. Pendayagunaan akal secara sungguh-sungguh dan maksimal untuk memahami Al Quran dan Hadits sebagai upaya untuk menghasilkan hukum-hukum syariat disebut dengan ijtihad. Sedangkan orang-orang yang melakukan ijtihat disebut dengan mujtahid. Setelah ayat Al Quran diturunkan secara sempurna dan Nabi Muhammad wafat, hidup dan kehidupan manusia terus berlangsung dan berkembang. Dinamika kehidupan manusia melahirkan beragam persoalan yang tidak terdapat penjelasannya secara tegas dan jelas dalam Al Quran dan hadits. Selain itu tidak semua ayat Al Quran dan Hadits bersifat qath’iy al dalalah (dalil yang pasti), bahkan kebanyakan dzanniy al dalalah (dalil yang masih samar-samar, perlu penjelasan). Oleh karena itu, ijtihad perlu dilakukan sebagai upaya mengembangkan hukum Islam. Ijtihad berasal dari kata jahada yang artinya bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala kemampuan. Secara istilah ijtihad adalah upaya sungguh-sungguh mengerahkan segenap kemampuan akal untuk mendapatkan hukum-hukum syariat pada masalah-masalah yang tidak ada nashnya. Ijtihad dilakukan dengan mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ atau ketentuan hukum yang bersifat operasional dengan mengambil simpulan dari prinsip dan aturan yang telah ada dalam Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad saw. Dalil yang menegaskan kedudukan ijtihad sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang artinya, ”Dari Mu‘az, bahwasanya Nabi Muhammad saw., ketika mengutusnya keYaman bersabda .’jika suatu perkara diajukan kepadamu, bagaimana engkau memutuskannya?’ Mu’az menjawab, ‘Saya akan memutuskan menurut kitabullah (Al-Qur’an).’ Selanjutnya Nabi saw. bertanya, ‘Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu di dalam kitabullah?’ ‘Jika begitu saya akan memutuskan menurut sunah Rasulullah,’ jawab Mu’az. Nabi saw. bertanya kembali, ‘Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu di dalam sunah Rasulullah?’ Jawab Mu‘az, ‘Saya akan berijtihad mempergunakan pertimbangan akal pikiranku sendiri (ajtahidu ra’yi)tanpa keraguan sedikit pun.’ Selanjutnya Nabi saw. (sambil menepuk dada Muaz)berkata, ‘Mahasuci Allah yang memberikan bimbingan kepada utusan rasul-Nya dengan satu sikap yang disetujui rasul-Nya.’” (H.R. Abu Daud dan Tirmiz.i )
Hadits dari Mu‘az bin Jabal tersebut menjelaskan bahwa Al-Qur’an merupakan rujukan atau sumber hukum Islam. Demikian juga halnya dengan hadits Rasulullah. Jika pada kedua sumber tersebut tidak ditemukan ketentuan hukum secara konkrit, kita boleh berijtihad dengan akal sehat kita. Para ulama juga berpendapat bahwa hasil ijtihad dapat digunakan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Kedudukan ijtihad sangat penting dan diperlukan. Oleh karena pentingnya, dalam hadits Rasulullah dijelaskan bahwa hasil ijtihad seseorang yang benar akan mendapat balasan dua pahala, sebaliknya jika keliru mendapatkan satu pahala. Dengan demikian, berijtihad sangat penting kita lakukan untuk menetapkan ketentuan hukum. Oleh karena itu, tidak benar suatu pendapat yang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Sebaliknya, umat Islam dianjurkan untuk berijtihad. Ijtihad harus dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Yusuf al Qaradawi dalam bukunya Al Ijtihad fi al Syari‘ah al Islamiyyah mengatakan bahwa ada delapan hal yang menjadi syarat pokok untuk menjadi mujtahid. Kedelapan hal itu sebagai berikut:
1) memahami Al-Qur’an dengan beragam ilmu tentangnya;
2) memahami hadits dengan berbagai ilmu tentangnya;
3) mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab;
4) mengetahui tempat-tempat ijmak;
5) mengetahui usul fikih;
6) mengetahui maksud-maksud syariat;
7) memahami masyarakat dan adat istiadatnya; serta
8) bersifat adil dan takwa.
Selain delapan syarat tersebut, beberapa ulama menambah tiga syarat lainnya,yaitu:
1) mendalami ilmu ushuluddin (pokok-pokok agama);
2) memahami ilmu mantiq (logika); dan
3) menguasai cabang-cabang fikih.
Ulama fikih membagi hukum ijtihad menjadi tiga macam. Hukum-hukum
tersebut berkaitan dengan saat ijtihad tersebut disampaikan. Pertama, fardu ‘ain, yaitu
harus dilakukan oleh setiap muslim. Hal ini terjadi jika seseorang berada dalam suatu keadaan atau masalah dan ia harus menentukan sikap, sementara tidak ada orang lain di
sana. Kedua, fardu kifayah, yaitu jika ada suatu masalah dan pada saat yang sama ada
para ulama yang mampu melakukan ijtihad. Oleh karena itu, hanya mereka yang telah
mampu yang dibolehkan melakukan ijtihad. Ketiga, mandub atau sunah, jika terdapat
masalah yang masih baru dan masih bersifat wacana atau belum terjadi. Saat itu, ijtihad
tidak harus dilakukan, walaupun dilakukan tetap diperbolehkan sebagai langkah
antisipasi kemungkinan pada masa depan.
Melalui ijtihad berbagai persoalan baru yang mengiringi kehidupan manusia
dapat ditetapkan status hukumnya sesuai dengan maqashid al syari’ah. Dengan
demikian ijtihad mendinamiskan hukum Islam. Ijtihad dapat dilakukan dengan beragam
cara, misalnya qiyas, istihsan, dan urf. Dalam melakukan ijtihad terhadap suatu masalah
yang sama, kadang ulama yang satu menggunakan cara pendekatan yang berbeda
dengan ulama yang lain. Karena menggunakan cara pendekatan yang berbeda, hasil
ijtihadnya pun berbeda. Akan tetapi, perbedaan pendapat yang terjadi merupakan
rahmat yang tidak perlu diperselisihkan. Ijtihad mengandung beberapa manfaat yang
sangat penting. Dengan ijtihad hukum Islam semakin dinamis karena dapat menjawab
persoalan yang terjadi pada masa-masa tertentu. Selain itu, dengan dibolehkannya
ijtihad akan melatih para ulama untuk berpikir kritis dan mau menggali lebih dalam
ajaran-ajaran Al-Qur’an.
Ijtihad dapat dilakukan secara individual (perorangan) ataupun kolegial
(bersama-sama). Perkembangan kemajuan manusia yang tidak atau belum pernah
diperkirakan sebelumnya melahirkan berbagai persoalan baru yang menuntut penetapan
hukum yang dapat menjadi pedoman bagi umat Islam. Persoalan-persoalan baru yang
timbul sepertinya sulit sekali untuk bisa diputuskan status hukumnya. Misalnya masalah
rekayasa genetika. Masalah ini, menuntut keahlian di bidang ilmu dan teknologi
genetika selain ilmu agama dengan berbagai cabangnya. Karena itu, amat sulit
melakukan ijtihad individual di era modern ini. Oleh karena itu, sekarang ini
berkembang ijtihad kolegial (bersama) seperti yang dilakukan oleh MUI melalui Komisi
Fatwa, Muhammadiyah melalui Majlis Tarjih, dan NU melalui Bahtsul Masail, dan lain
Sebagainya.
Akhlak Mulia
A. Taat Asas
Taat asas berarti mematuhi dan mentaati serta bertingkah laku sesuai dengan
ketentuan yang tertulis; baik dalam bentuk peraturan sekolah, undang-undang dan hukum
negara, serta kitab suci dan hadits nabi. Sebagai pelajar yang baik kamu harus
mengetahui dan melaksanakan peraturan sekolah, undang-undang dan hukum negara,
serta Al Quran dan hadits. Oleh karena itu, kamu harus membaca seluruh peraturan yang
ada di sekolahmu. Demikian pula undang-undang dan hukum negara serta Al Quran dan
hadits. Setelah itu, usahakanlah menyesuaikan seluruh perbuatanmu dengan semua aturan
itu. Menjadi pelajar yang taat asas tentu saja tidak mudah. Bisa saja kamu akan dicela, diejek, dan ditertawakan oleh teman-temanmu. Namun, kamu tidak usah bersusah hati atau justru berhenti berupaya menjadi pelajar yang taat asas. Anjing menggonggong
kafilah berlalu inilah prinsip yang harus kamu pegang. Abaikan semua celaan dan ejekan
temanmu, teruslah menempa dirimu menjadi pelajar yang taat asas. Untuk itu, tanamkan
keyakinan di dalam hatimu bahwa dengan taat asas engkau akan menjadi pelajar yang
sukses, disenangi oleh guru, teman, dan orang tuamu, sehingga cita-citamu akan tercapai.
Selain itu, yakinilah bahwa semua peraturan sekolah dibuat untuk kebaikan dan
kesuksesan semua pelajar.
Mulailah dengan memahami seluruh peraturan yang ada di sekolahmu dan
lakukan dari hal yang dapat dan mungkin kamu lakukan. Kemudian mintalah pada guru
dan teman-temanmu untuk mengingatkanmu bila kamu melanggar peraturan sekolah.
Jangan lupa ucapkan terima kasih kepada siapa saja yang menegur dan mengingatkanmu.
Lalu rasakan dan catatlah apa yang kau rasakan pada saat engkau melaksanakan satu
peraturan sekolah dan pada saat melanggarnya. Jika engkau merasa nyaman dan enak
pada saat melaksanakan peraturan itu, bersyukurlah pada Allah dan berjanjilah kepada-
Nya bahwa kamu akan terus melaksanakan peraturan sekolah. Jika kamu merasa resah
dan gelisah pada saat melanggar peraturan sekolah, beristighfarlah dan mohonkanlah
pertolongan kepada Allah serta berjanjilah kepada-Nya kamu tidak akan melanggarnya
lagi. Jika hal tersebut kamu lakukan terus menerus, insya Allah kamu akan dapat menjadi
pelajar yang taat asas.
Dengan taat asas seluruh tindakan dan perbuatanmu dapat kamu
pertanggungjawabkan. Selain itu, kamu akan menjadi pelajar yang disiplin. Kedisiplinan
ini akan menjadi dasar yang sangat kuat bagimu untuk meraih berbagai keberhasilan
dalam hidupmu. Kedisiplinan itu juga akan menjagamu dari tindakan dan perbuatan yang
merugikanmu dan membuat dirimu celaka. Kedisiplinan akan membuat hidupmu menjadi
teratur dan terarah. Pendek kata, menjadi pelajar taat asas akan memberikan banyak
kemudahan bagimu dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah dan memuluskan
perjalanan hidupmu menuju cita-cita yang engkau impikan. Masa depanmu menjadi
terarah dan keberhasilan selalu menyertaimu.
B. Bersikap Kritis dalam Beragama
Agama Islam adalah ajaran yang diwahyukan Allah dan sudah tertulis dalam Al
Quran dan Hadits yang diturunkan untuk kebahagiaan hidup manusia; baik di dunia
maupun di akhirat. Kesempurnaan beragama hanya ditentukan oleh kepatuhan dan
ketundukan seseorang kepada ajaran agama yang bersumber pada Al Quran dan Hadits.
Dengan demikian amalan agama yang dilakukan oleh seseorang mestilah sesuai dengan
Al Quran dan Hadits. Oleh karena itu, kamu harus sungguh-sungguh meyakini bahwa
hanya ajaran agama Islamlah satu-satunya ajaran yang dapat memberikan jaminan
keselamatan hidup; baik di dunia maupun di akhirat kelak. Islamlah satu-satunya ajaran
yang dapat memberikan kedamaian hidup kepada umat manusia. Islam adalah agama wahyu. Oleh karena itu, kamu tidak boleh hanya ikut-ikutan
(taqlid) dalam mengamalkan ajaran Islam. Taqlid itu artinya mengikuti suatu amalan
tanpa mengetahui dasarnya sama sekali. Jika kamu ditanya mengapa kamu melaksanakan
shalat dan mengapa begitu kamu melaksanakannya? Kamu tidak boleh memberikan
jawaban “saya diperintahkan dan diajarkan oleh guru, kyai, ustadz, dan orang tua saya.”
Sebab, jawaban seperti itu menunjukkan kamu ikut-ikutan saja atau mengikuti tanpa
mengetahui landasan dan dasarnya (dalil). Jawaban yang benar adalah demikian itu
merupakan perintah Allah dalam Al Quran dan demikian penjelasan dan teladan nabi
Muhammad dalam haditsnya. Jika kamu hafal sebutkan ayat dan haditsnya. Jika tidak
tidak apa-apa, yang terpenting kamu tahu dasar dan landasan amalan yang kamu perbuat.
Dengan mengetahui landasan dan dasar (dalil) atas amalan agama yang kamu ketahui
kamu telah terbebas dari taqlid dan menjadi seorang muttabi’. Muttabi’ merupakan lawan
taqlid; artinya, melaksanakan satu amalan agama dengan mengetahui landasan dan
dasarnya (dalil).
Sikap kritis dalam beragama berarti kamu selalu mempertanyakan setiap amalan
agama karena kamu dituntut untuk melaksanakannya. Dengan begitu, kamu dapat
mempertanggungjawabkan amalanmu nanti di hadapan Allah. Jika ada seseorang yang
mengajakmu untuk melaksanakan suatu amalan tertentu dalam agama tanyakan
kepadanya landasan dan dasarnya. Jika tidak ada, janganlah kamu mengikutinya. Jika
orang itu dapat menyatakan landasan dan dasarnya (Al Quran dan Hadits) kamu harus
mengamalkannya dan tidak boleh menolaknya. Dalam hal ini, kamu harus selalu ingat
beberapa kasus nabi palsu dan ajaran-ajaran yang pernah terjadi di negara kita.
Selain itu, perlu pula kamu perhatikan kelogisan dan ketidaklogisannya. Islam
sebagai agama yang rasional tentunya memuat ajaran-ajaran yang rasional yang sesuai
dengan fitrah kemanusiaan kecuali pada ajaran-ajaran yang bersifat ta’abbudi dan
metafisik. Ta’abbudi adalah ajaran Islam yang tidak perlu dipertanyakan dan harus
diterima apa adanya, seperti shalat zuhur empat rakaat, haji ke Mekah dan lain
sebagainya. Sedangkan metafisik adalah ajaran-ajaran Islam tentang yang ghaib yang
harus diterima secara iman seperti siksa kubur, surga dan neraka, dan lain sebagainya.
Selain itu (ta’abudi dan metafisik), jika ajaran itu tidak rasional seperti bisa terbang,
tahan pukul, tidak mempan bacokan, dan lain sebagainya, harus kamu tolak sebab itu
bukan merupakan ajaran Islam.
Nah, sekarang telitilah ibadah dan amalan agama yang telah kamu laksanakan.
Apakah semua amalan yang telah kamu laksanakan telah kamu ketahui landasan dan
dasarnya? Jika belum, berusahalah sekuat tenaga untuk mengetahuinya. Tanyakan kepada
gurumu, kyai dan ustadz yang kamu kenal. Bacalah buku-buku yang menjelaskan hal itu
atau kamu bisa juga mencarinya di internet. Dengan mengetahui landasan dan dasar dari
semua amalan agama yang kamu laksanakan kamu akan terlepas dari taqlid dan menjadi
muttabi’. Dengan demikian kamu dapat dikatakan sebagai seorang yang kritis dalam beragama. Al-Qur’an merupakan kitab suci sekaligus menjadi sumber utama dalam penetapan hukum. Dengan demikian, semua ketentuan hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan aturan-aturan yang termuat dalam Al-Qur’an.
Rangkuman
Hadits secara bahasa berarti perkataan. Menurut istilah hadits adalah segala perkataan,perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Sebagai seorang rasul, Nabi Muhammad saw. adalah teladan bagi setiap muslim sehingga semua perintah dan ajarannya harus kita ikuti. Mengikuti Rasulullah juga merupakan kewajiban bagi setiap muslim karena salah satu bukti ketakwaan kita kepada Allah adalah mau mengikuti perintah Rasulullah saw. Dengan demikian, kedudukan hadits bagi umat Islam juga sangat penting.Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dengan demikian, hadits memiliki fungsi yang sangat penting dalam hukum Islam. Di antara fungsi hadits, yaitu untuk menegaskan ketentuan yang telah ada dalam Al-Qur’an, menjelaskan ayat Al Quran (bayan tafsir), dan menjelaskan ayat-ayat Al Quran yang bersifat umum (bayan takhshish).Ijtihad berasal dari kata ijtahada yang artinya bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala kemampuan. Secara istilah ijtihad adalah upaya sungguh-sungguh mengerahkan segenap kemampuan akal untuk mendapatkan hukum-hukum syariat pada masalah-masalah yang tidak ada nashnya. Ijtihad dilakukan dengan mencurahkan kemampuanuntuk mendapatkan hukum syara’ atau ketentuan hukum yang bersifat operasional dengan mengambil kesimpulan dari prinsip dan aturan yang telah ada dalam Al-Qur’an dan sunahNabi Muhammad saw. Taat asas berarti mematuhi dan menaati atau bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tertulis; baik dalam bentuk peraturan sekolah, undang-undang dan hukum negara, serta kitab suci dan hadits nabi.Bersifat kritis dalam beragama berarti selalu menanyakan landasan dan dasar (dalil) atas setiap amalan keagamaan yang dilakukan. Dengan cara ini seseorang akan dapat terbebas dari taqlid. Lawan taqlid adalah ittiba’, yaitu melaksanakan amalan-amalan keagamaan dengan mengetahui landasan dan dasarnya (dalil).
---semoga bermanfaat---
Al-Qur'an Sebagai Pedoman Hidup
0 Response to "Al-Qur'an Sebagai Pedoman Hidup"
Post a Comment